Selasa, 28 Desember 2010

Susahnya hidup tanpa orangtua

Aku adalah seorang perempuan yang terlahir dari keluarga sederhana. Ibu ku hanyalah seorang Pegawai Negri Sipil,sedangkan ayah ku seorang pedagang Toko. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki dan seorang kakak perempuan. Masa kecil dan remaja,aku habis kan di sebuah daerah dan merupakan tempat kelahiran ku kota Jambi. Sekarang aku telah meninggalkan kota tersebut,untuk melanjutkan pendidikan ku di salah satu perguruan tinggi di daerah Jawa Barat. Ini adalah impian ku sejak dulu, aku ingin merasakan hidup mandiri dan jauh dari kedua orang tua ku. Dan tak di sangka tuhan mengabulkan keinginanku,sekarang aku adalah seorang mahasiswi semester dua di salah satu perguruan tinggi swasta. Walaupun jurusan yang aku ambil bukan salah satu pilihan ku,tapi syukurlah aku bisa melewatinya. Padahal,dari dulu aku ingin sekali mengambil sekolah seni sesuai dengan hobby ku,yaitu melukis. Dan juga menjadi seorang guru seperti ibuku. Memang benar,kita hanya bisa berencana,tapi yang berhak memutuskan hanyalah Yang Maha Kuasa. Takdir ku hanyalah tuhan yang tahu.
Di perantauan ini aku tinggal bersama tante ku,adik dari ibuku. Tante Uni namanya. Dia juga ikut membiayai kuliah ku,karena secara materi orang tuaku tak mampu membiayai kuliah ku. Factor biaya yang mengharuskan aku tinggal bersama tante Uni,lagi pula sejak dulu tante Uni sudah mengharapkan aku untuk tinggal bersamanya. Ya begitulah,aku tidak bisa menolak amanah ibuku untuk tinggal bersamanya.
Dari awal perasaan ku sudah bergejolak dan merasakan sesuatu yang salah setelah beberapa hari tinggal disana,tapi aku pikir mungkin itu hanya perasaan saja. Hari demi hari aku nikmati tinggal bersama mereka,tapi aku sering kali mendapatkan perlakuan yang tak wajar dari om ku,suami tante ku. Om Zai. Dia melakukan pelecehan seksual kepada ku,awalnya aku membiarkan mulutku diam. Aku tidak tega menceritakan hal tersebut kepada tante ku,aku takut dia tersinggung,merasa sedih dan tak percaya atas peristiwa yang aku alami. Setiap hari aku hanya menangis di dalam kamar,kuliah ku terasa berantakan,aku menjauh dari teman-teman ku. Hanya air mata yang bisa memulihkan hatiku. Bingung..aku harus menceritakan hal ini kepada siapa? Setelah berpikir panjang,aku memberanikan diri untuk menceritakan hal ini kepada ibuku. Sebenarnya aku juga tak tega bercerita kepada beliau. Tapi aku yakin aku akan lebih kuat jika aku menceritakan hal ini kepada orang tua ku. Setelah menceritakan semuanya,ibu ku menangis terisak sedih,shock, dan kecewa. Inilah yang aku takutkan,aku tak ingin menjadi beban pikiran untuk ibuku. Ibu melarangku untuk tidak bercerita kepada siapapun tentang hal ini,termasuk tante Uni.
Sekarang aku merasa sedikit lega,karena beban yang selama ini aku simpan dalam hati.Semakin hari berlalu aku semakin tak betah tinggal di rumah itu. Tingkah om zai makin menjadi-jadi terhadapku. Aku ingin pergi! Tapi bagaimana jika tante mencari ku? Aku tak mungkin meninggalkan tante Uni,aku tak tega..saat itu aku mencoba bertahan. Tapi sikap om Zai yang selalu mengekang ku,selalu mengaturku,dan berbuat semena-mena kepada ku,semakin membuat jiwa ku terancam. Kala itu sehabis pulang kuliah aku harus langsung pulang,hari liburpun aku tak di perbolehkan untuk keluar rumah,di rumah itu aku memang selalu membantu tante ku,membereskan rumah. Mereka tak tahu sebenarnya aku ingin sekali berkumpul bersama teman-teman ku di kampus dan menikmati masa muda seperti anak remaja lain. Semakin hari aku semakin jijik melihat muka tua Bangka itu. Layaknya seorang ayah,dia selalu mengekang semua aktifitas ku. Padahal ayah ku sendiri tak pernah menghalangi aktifitas dan keinginan anak-anaknya. Itu sebabnya di tempat itu aku merasa sangat tersiksa,terlebih batin dan mentalku. Dada ku terasa sesak,dan mata ku sembab setelah menangis mengingat kejadian bejad itu.
Tapi, untunglah Tuhan memberikan ku jalan untuk keluar dari masalah ini. Terpikir oleh ku untuk menginap di rumah kakak dari ibuku,om Al. Rumahnya tak begitu jauh dari rumah tante Uni.sebelumnya ibu telah menceritakan kejadian tersebut kepada om Al,kakak ibuku. Mengetahui hal itu om Al sangat marah,dan menyuruhku untuk tinggal bersamanya. Seiring dengan niat ku,akhirnya aku menginap di rumah om Al. Tante ku bingung,tak biasanya aku menginap di rumah om Al. Yah memang aku tidak terlalu akrab dengan keluarga om Al,tapi aku mengenal om Al sejak kecil, dia memang orang yang baik. Tante terus menelpon,dan menyuruh ku pulang. Tapi aku tak mau,alasannya aku masih ingin menginap lebih lama di rumah om Al. Tante tak percaya dengan alasan ku,ia menghubungi dan mendesak ibuku untuk bercerita jika memang ada sesuatu.Dan tanpa sepengetahuan ku, ternyata ibu telah menceritakan kejadian itu kepada tante Uni. Aku kaget setelah menerima telpon dari tante bahwa ia telah mengetahui kejadian sesungguhnya. Dia membujuk ku untuk segera pulang,bahkan ia akan menjemputku di rumah om Al. Spontan aku menjawab tidak mau,aku takut untuk tinggal di rumah tante lagi. Aku tidak bermaksud menjauhi tante,tapi tante juga harus mengerti perasaan ku? (sepintas percakapan ku dengan tante Uni di telpon). Entah apa yang ada di pikiran tante,dia nekat menjemputku ke rumah om Al di saat keadaan rumah sedang sepi,membujuk ku untuk pulang kerumahnya.
Malam itu aku takut sekali,aku tak ingin tinggal di rumah penuh kekangan itu lagi. Di saat itu lah aku menceritakan semua peristiwa yang aku alami selama ini.wajahku sangat sembab,akibat terlalu banyak air mata yang aku keluarkan. Aku menangis terisak dan mengatakan kepada tante bahwa aku tak sanggup tinggal beramanya lagi. Tapi tante yang sangat ambisius akan keinginannya membuat kami berdebat cukup lama.Masalah ini belum selesai,aku tak bisa menolak keinginan tante ku. Akhirnya aku memutuskan untuk menelpon ibu ku,karna aku yakin hanya ibu yang bisa memberikan solusi dari semua ini. Setelah lama mendiskusikan masalah itu,akhirnya ibu memberikan solusi yang sangat bijak.
Akhirnya tante Uni menerima solusi dari ibu ku da dengan langkah yang pelan tante merelakan aku tinggal bersama om Al. Sebenarnya aku sangat sedih,sebelum tante pergi aku memeluknya erat dan mengatakan bahwa aku sangat menyayanginya. sujud syukur aku lakukan atas semua ini,tak ada lagi beban dalam hatiku. Sekarang aku lebih merasa aman dan nyaman. Tapi senyaman apapun tinggal di rumah om Al,aku lebih nyaman tinggal di rumahku sendiri. Awalnya tak ada yang aku rasakan selama tinggal di rumah om Al,tapi..yah ini lah hidup. Selalu berliku,tuhan masih menguji kesabaran ku.
Anak-anak om Al kurang merespon kehadiranku ke rumah mereka,begitu juga istri om Al mereka sangat cuek. Hal itu aku pikir biasa saja,lambat laun mereka pasti akan berubah sikap kepadaku. Itulah sulitnya jika tidak dekat dengan keluarga om Al sejak kecil. Perbedaan jarak dan jarangnya komunikasi antar keluarga,membuat kami menjadi semakin jauh. Dan dulu Keluarga ku pernah berselisih paham dengan keluaraga om Al,tapi itu dulu masa lalu.
Tapi Beruntunglah,salah satu anak om Al masih menghargai kehadiranku. Ari memang dari kecil adalah anak yang ramah,beda dengan adiknya Dira yang sedikit cuek. Tapi tak apa,setidaknya masih ada Ari teman ku bercanda. Walaupun mereka cuek,tapi mereka sebenarnya memperhatikan ku. di tempat om Al aku tidak lagi merasa terkekang,mereka tak membatasi kegiatan ku di kampus. Om Al juga memberikan kepercayaan penuh kepada ku,tapi aku tidak lupa diri dan terlena akan hal itu. Karna aku tak ingin megecewakan om Al yang sudah percaya kepadaku. Aku juga tak lupa akan pekerjaan ku di rumah itu,aku masih tetap bekerja,setidaknya mencuci pakaian ku sendiri. Memang di sana ada pembantu rumah tangga,tapi tak mungkin jika aku berdiam diri tak mengerjakan sesuatu.
Yah..bagi ku seperti ini lebih baik,aku lebih suka orang yang tak mengusik hidupku. Sifat mereka yang tak acuh kepada ku membuat ku nyaman,aku menjalani kuliah dengan normal kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar